Kabaristimewa.id, TENGGARONG – Warga Desa Kersik Marangkayu menjadi pertama kalinya di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang membentuk Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR).
Saat ini Desa Kersik telah memiliki tujuh rumah garam tunnel yang berfungsi untuk memproduksi garam krosok. Bantuan tersebut tidak terlepas dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kukar yang dibangun pada bulan Desmber 2023 lalu.
Ketua KUGAR Kersik 2, Sigit Sarlan menyampaikan, dalam satu rumah garam tunnel mampu menghasilkan 600-700 kilogram garam dalam sekali panen.
“Bahkan bisa ditingkatkan hingga 1 ton lebih dengan masa waktu pengolahan lebih lama. Sebab, hasil panen garam bisa diatur tergantung jumlah air yang dimasukkan ke rumah garam saat awal pembuatan.,” kata Sigit.
Adapun kuantitas panen sendiri, KUGAR Kersik 2 sangat bergantung pada cuaca. Sebab, jika intensitas hujan cukup tinggi, maka masa oanen akan menjadi lebih lambat. Dan sebaliknya, ketika musim kemarau panjang, panen mampu lebih cepat dilakukan.
“Tergantung cuaca (panen), jadi kita tidak bisa merata-rata. Tapi secara dasar kalau memang dalam satu bulan itu full kemarau tidak ada hujan, bisa jadi sekitar 30-40 hari sudah jadi garam,” jelas Sigit.
Saat ini pihaknya memiliki kendala terkait penampungan hasil panen, ia bersama kawan-kawannya masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di desanya. Garam krosok tersebut masih dijual eceran untuk warga sekitar agar nantinya digunakan untuk membuat ikan asin atau alternatif pengganti pupuk.
“Untuk harganya sendiri sekitar Rp3-5 ribu per kilogram. Kadang ada yang beli itu 300 kilogram, ada yang sempat beli sampai 500 kilogram,” terangnya kepada Kabaristimewa.id Minggu (10/3) kemarin.
Disamping itu, terkait omzet per bulan memang tidak menentu, sebab semua itu tergantung pada cuaca. Jika cuaca sangat bersahabat, maka keuntungan sekali panen berada di angka Rp5-10 juta. Angka Rp5 juta ini diperkirakan bila cuaca benar-benar tidak mendukung.
“Sebetulnya garam ini bahan bakunya dari air laut, jadi bisa dibilang gratis dan unlimited. Kita akumulasi biaya produksi Rp1 juta,” tandasnya.
“Kami bercita-cita kelompok ini dapat menjadi percontohan untuk pengolahan garam di Kalimantan. Sejauh ini memang belum ada yang memproduksi garam dan selama ini garam masih dipasok dari luar,” pungkasnya.
Penulis : Bayu Andalas Putra