Kabaristimewa.id, Kutai Kartanegara – Kepala Desa Jembayan, Erwin, membantah tuduhan bahwa ia melecehkan masyarakat adat dan menyingkirkan peran lembaga adat dalam aktivitas pemerintahan desa. Tuduhan muncul usai aksi massa yang disebut-sebut mewakili masyarakat adat pada tanggal 11 Agustus 2025. Dalam klarifikasinya, Erwin mengatakan, “Selama saya menjabat, saya belum mengetahui secara konkret seperti apa bentuk adat Jembayan yang dimaksud. Kalau adat Kutai, kita semua paham. Tapi adat Jembayan ini bentuknya bagaimana?”
Erwin meminta agar bukti atas tuduhan itu ditunjukkan. Ia menilai selama ini tuduhan tidak disertai bukti kuat. “Kalau memang ada buktinya, silakan tunjukkan,” ujarnya. Menurutnya, jika ada bukti konkret, itu bisa menjadi landasan diskusi dan klarifikasi publik.
Kegiatan resmi Pemerintah Desa Jembayan tahun ini, yaitu Festival Jembayan Kampung Tua (FJKT), didanai dari dana desa sekitar Rp75 juta. Erwin menyebut festival itu memang melibatkan unsur masyarakat dan lembaga adat sebagai bagian dari pelaksanaan acara. Ia menegaskan kehadiran lembaga adat bukan hanya formalitas, tetapi aktif ikut dalam penyelenggaraan.
Meski demikian, pandemi Covid‑19 dan miskomunikasi sempat menyebabkan vakumnya festival tersebut beberapa tahun. Perbedaan pandangan terutama soal pengelolaan dana kegiatan juga menjadi pemicu perselisihan dengan lembaga adat. Erwin menyebut bahwa lembaga adat pernah meminta pengelolaan langsung dana kegiatan, namun dia menilai hal itu tidak sesuai prosedur pertanggungjawaban pemerintah desa.
Erwin mengungkapkan pengalaman tahun 2021, ketika lembaga adat dipercaya mengelola dana kegiatan “Penggalian Sejarah dan Budaya Desa Jembayan”. Ia menyebut bahwa dana yang diserahkan masih dalam bentuk tunai, pertanggungjawaban tidak dibuat, lalu ditemukan belanja sebesar Rp11,59 juta yang “tidak bisa diyakini kebenarannya”. Akhirnya, perangkat desa harus bersama-sama mengganti kekurangan tersebut.
Mulai saat ini, sistem pengelolaan dana desa di Jembayan telah berubah. Semua kegiatan sekarang dijalankan oleh panitia resmi, menggunakan rekening khusus, dilaksanakan non‑tunai, dan dipertanggungjawabkan sesuai aturan. Menurut Erwin, perubahan itu penting agar transparansi dan akuntabilitas tercapai.
Berkenaan dengan hiburan DJ yang digelar Jumat malam usai FJKT, Erwin menyatakan acara itu bukan bagian dari agenda resmi desa. Ia menyebut hiburan tersebut “murni inisiatif pihak ketiga” dan pembiayaannya bukan dari anggaran desa. Karena informasi acara sudah tersebar di media sosial, dia akhirnya memberikan izin agar tidak timbul persepsi negatif.
Meski begitu, dalam pelaksanaan acara hiburan tersebut sempat terjadi insiden kecil akibat pengunjung mabuk, namun acara berakhir sekitar pukul 23.45. Usai acara, ketegangan dengan tokoh adat Sopian pernah muncul. Sopian sempat menyampaikan keberatan atas acara tersebut.
Erwin dengan tegas menyatakan bahwa dia “tidak pernah menghalangi acara mereka. Bahkan saya berani bersumpah di atas Al‑Qur’an”, untuk menunjukkan komitmennya menjaga keadilan dan menghormati adat. Ia berharap masyarakat memahami bahwa ada perbedaan antara FJKT yang merupakan agenda resmi desa dengan hiburan DJ yang sepenuhnya diinisiasi oleh pihak lain.
Di akhir klarifikasinya, Erwin menegaskan pentingnya rasa saling menghargai dan menjaga nama baik kampung. Ia meminta masyarakat agar tidak mengaburkan fakta dan menghormati prosedur desa. “Yang penting, mari kita saling menghargai dan menjaga nama baik kampung,” ujarnya.
Adv/DiskominfoKukar








